WHAT'S LEFT BEHIND?
bi-smi llāhi r-raḥmāni r-raḥīm
Dan ingatlah hamba-hamba Kami: Ibrahim, Ishaq dan Ya'qub yang mempunyai perbuatan-perbuatan yang besar dan ilmu-ilmu yang tinggi.
Sesungguhnya Kami telah mensucikan mereka dengan (menganugerahkan kepada mereka) akhlak yang tinggi yaitu selalu mengingatkan (manusia) kepada negeri akhirat.
Dan sesungguhnya mereka pada sisi Kami benar-benar termasuk orang-orang pilihan yang paling baik.
Dan ingatlah akan Ismail, Ilyasa' dan Zulkifli. Semuanya termasuk orang-orang yang paling baik. [QS. Ṣād 38:45-48]
Ayat 45 surat Shaad di atas mengingatkan bahwa rasul-rasul tersebut, yang salah satunya adalah nabi Ibrahim as, mempunyai perbuatan-perbuatan yang besar dan ilmu-ilmu yang tinggi. Dalam tafsir Ibnu Katsir disebutkan bahwa maksud dari "mempunyai perbuatan-perbuatan yang besar" adalah yang "mempunyai kekuatan hingga mampu mengerjakan perbuatan-perbuatan yang besar". Sederhananya, nabi Ibrahim as "memiliki kemampuan dan menghasilkan karya-karya yang besar dalam Islam". Selain perbuatan, beliau juga "memiliki ilmu-ilmu yang tinggi", dalam terjemahan lain diartikan sebagai "memiliki pandangan/visi yang jernih".
Demikian sosok nabi Ibrahim as yang mendapatkan "fī d-dunyā ḥasanatan", yang mendapatkan kebaikan di dunia, seperti yang sering kita panjatkan kepada Allah.
Mudah-mudahan, kita yang juga menginginkan kebaikan di dunia tersebut bisa "meneladani beliau dengan memiliki karya-karya yang besar, meraih ilmu-ilmu yang tinggi, dan memiliki visi yang jernih" di jalan Allah.
Selanjutnya di ayat 46 surat Shaad diungkap lagi kualitas ketiga rasul tersebut, yaitu memilki akhlak yang tinggi (exclusive quality). Akhlak yang tinggi tersebut adalah selalu mengingat dan mengingatkan manusia kepada negeri akhirat. Ternyata gambaran orang yang memiliki akhlak yang tinggi itu adalah orang-orang yang sadar akan adanya hari akhir dan mengabarkan keberadaanya kepada manusia yang lain, serta mengajak untuk mempersiapkannya dengan melakukan amal-amal kebaikan.
Rekam jejak para rasul, mulai nabi Ibrahim as sampai ke nabi Muhammad saw, yang mengabarkan akan adanya negeri akhirat, telah menjadi model, contoh, atau pola orang yang memiliki akhlak yang tinggi. Maka tak akan sia-sia dan sungguh beruntung orang-orang yang selalu mengingatkan bahwa ada hari kemudian dan mengajak beramal sholeh sebagai bekal di hari itu, karena dia sedang "menjadi" (becoming) orang yang berakhlak tinggi.
Kemudian di ayat ke 47-nya, mereka semuanya termasuk sebagai orang-orang pilihan dari orang-orang yang paling baik, "the chosen, the best of the righteous". Atau bisa dikatakan sebagai orang terbaik di antara yang terbaik. Mestinya ini mendorong kita untuk selalu berusaha menjadi yang terbaik, menjadi berkualitas pemimpin orang yang bertakwa, "muttaqīna ʾimāman", sesuai apa yang kita panjatkan. Walau tak mesti semuanya berada di barisan depan, sebagaimana ketika sholat, tak mesti semuanya menjadi imam dan tak ada yang jadi makmum. Semua mukmin memiliki peran masing-masing. Namun kualitas terbaik itulah yang menjadi semangat kita. Semangat menjadi terbaik dalam satu tubuh/bangunan umat Islam.
Ayat 48 surat Shaad selanjutnya menyebutkan nabi Ismail as, keturunan nabi Ibrahim as, sebagai orang-orang yang paling baik juga. Kualitas pribadi seorang ayah dilanjutkan oleh anaknya, tidak berhenti pada satu generasi tapi berlanjut ke generasi-generasi berikutnya. Pilihan kata "dilanjutkan" mungkin kurang pas, kesannya pasif, padahal kita lihat bagaimana nabi Ibrahim as mempersiapkan anaknya sedari awal, tercermin dalam doanya (lihat QS. Al-Baqarah 2:124):
Dan (ingatlah), ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan), lalu Ibrahim menunaikannya. Allah berfirman: "Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh manusia". Ibrahim berkata: "(Dan saya mohon juga) dari keturunanku". Allah berfirman: "Janji-Ku (ini) tidak mengenai orang yang zalim".
Kualitas terbaik juga perlu berkelanjutan, perlu kita ulurkan/panjangkan ( extend), kita alihkan/transfer (hand over) kepada generasi selanjutnya. Tidak cukp hanya sampai di diri kita.
"Akankah sampai risalah nabi Muhammad saw kepada kita?" jikalau tak ada orang-orang yang berkualitas terbaik yang mengulurkan tali Allah.
Komentar
Posting Komentar